Keadilan Restoratif Menuju Keadilan Sosial Oleh:Suparji/Guru Besar Ilmu Hukum UAI
Senin, 27-02-2023 - 14:22:15 WIB
Baca juga:
   
 

mediasindonews.com,JAKARTA - Sebagaimana di ketahui bersama, esensi dan pengertian utama Restorative Justice adalah konsep penyelesaian perkara pidana yang dilakukan dengan melibatkan semua pihak terkait, dengan menggunakan pendekatan keseimbangan (the balanced approach),yang pada akhirnya mewujudkan keadilan sosial (social justice).

Atau mengacu pada prinsip dasar keseimbangan (equalibrium). Meski semua sangat tahu sekali, keadilan bagi seseorang, bukan berarti keadilan untuk orang lain. Demikian sebaliknya.

Berkenaan dengan hal itu, penting digaris bawahi bahwa lahirnya ketentuan keseimbangan pada prinsip Restorative Justice tidak serta merta bisa diberlakukan kepada siapapun. Atau dalam hal ini,  hanya ditujukan kepada pengguna atau pemakai narkoba, dan bukan untuk bandar narkoba.

Pengguna narkoba sekalipun, jika ditimbang sebagai pengguna atau pemakai narkoba pemula dan dalam hitungan kecil. Karena itu, kewenangan penggunaan azas Restorative Justice kewenangannya terletak pada institusi Kejaksaan sebagai pengendali perkara “dominus litis”. Atau hanya Jaksa yang dapat menentukan seseorang dapat masuk ke ranah pengadilan atau tidak.

Asas dominus litis ini menegaskan bahwa tidak ada badan lain yang berhak melakukan penuntutan selain Penuntut Umum atau Jaksa selaku Pembela Negara, yang bersifat absolut dan monopoli. Penuntut Umum atau Jaksa Negara menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki dan memonopoli penuntutan dan penyelesaian perkara pidana.

Wewenang penuntutan dipegang penuh oleh Penuntut Umum atau Jaksa Negara sebagai monopoli, artinya tidak badan lain yang boleh melakukan wewenang absolut ini.

Namun yang pasti, sebagaimana dijelaskan dalam Pedoman Nomor  18 Tahun 2021, Tentang Penyelesaian Penangan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaa Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif, Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa, disebutkan penyelesaian perkara tindak pidana via mekanisme restorative justice dilakukan dengan mengedepankan asas kemanfaatan (doelmatigheid), mempertimbangkan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, serta asas pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium).

Adapun syarat pelaksanaan restorative justice termuat dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif.

Asas Keadilan Restoratif ada dan mengada tidak dari ruang hampa. Apalagi ujug-ujug. Pengalaman panjang di lapangan membuat institusi Kejaksaan merumuskan keadilan restorasi ini. Dengan harapan, asas keadilan dapat terpenuhi.

Karena, sebagaimana kita maklumi bersama, kala terjadi tindak kejahatan, mengakibatkan terjadinya kerusakan hubungan di dalam tatanan masyarakat. Teristimewa bagi para pihak yang terlibat, sehingga upaya untuk mengembalikan hubungan antar kedua belah pihak, atau para pihak sangat diperlukan.

Karena acap kali terjadi, pasca putusan pengadilan selama ini, masih dan cenderung menyisakan konflik dan dendam antarpelaku dengan korban, contohnya dalam kasus penganiayaan dan pembunuhan. Juga dalam kasus penyalahgunaan narkoba tingkat awal, atau kecil-kecilan.

Bayangkan jika misalnya pengguna narkoba tingkat awal tidak mendapatkan asas keadilan restorasi, selain penjara akan makin penuh sesak. Pengguna awal narkoba bisa semakin "jadi" saat "disekolahkan" di hotel prodeo. Alih-alih akan tersembuhkan di dalam Lembaga Pemasyarakatan, pelaku atau pengguna narkoba akan menjelma penjahat kambuhan.

Oleh karena itu, model Restorative Justice telah banyak diterapkan di berbagai negara maju di dunia seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, Jepang, Korea dan beberapa negara lainnya.

Karena sangat dipercaya, salah satu keuntungan yang didapat dari penerapan model ini adalah mengurangi beban Lembaga Pemasyarakatan (LP) dalam menampung narapidana. Sudah banyak contoh kasus, betapa kapasitas LP di Indonesia, jauh dari ideal dari kapasitas seharusnya.

Selain itu, dan ini selaras dengan semangat kemanusian, keadilan restoratif memberikan suara kepada para korban dalam memutuskan bagaimana kerugian yang disebabkan oleh kejahatan akan diperbaiki.

Dengan demikian, korban dapat mengatakan apa yang terjadi pada mereka, dan membicarakannya dengan anggota masyarakat yang terlatih dan mendukung. Atau back up system dalam masyarakat benar-benar terjadi. Karena masyarakat menjadi bagian para pihak yang mampu menyembuhkan dirinya sendiri.

Hal ini menunjukkan keadilan restoratif dapat menjadi penting bagi masyarakat, karena masyarakat dapat menyelesaikan konflik dan mencegahnya sebelum menjadi kejahatan. Praktek restoratif sangat memungkinkan membuat masyarakat melihat konsekuensi dari tindakan mereka pada masyarakat.

Keuntungan lain dari penerapan asas keadilan restoratif adalah kebutuhan pelaku tindak pidana untuk menebus kesalahan. Sebelum akhirnya pelaku bekerja untuk mendapatkan kembali kedudukan yang baik di masyarakat.

Atau dapat diartikan
keadilan restoratif berikhtiar memperbaiki kerugian yang disebabkan oleh kejahatan dan kekerasan dengan memenuhi kebutuhan korban. Dengan, sekali lagi, melibatkan masyarakat dalam proses peradilan.

Turunannya, sistem peradilan di Indonesia menjadi jauh lebih manusiawi. Karena sebagaimana dikatakan Jaksa Agung sistem peradilan pidana saat ini cenderung punitif, tercermin dari jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan yang melebihi kapasitas (overcrowding) dan sebagian besar merupakan narapidana tindak pidana narkotika.

Isu overcrowding ini telah menjadi perhatian serius masyarakat dan pemerintah sebagaimana yang dituangkan pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 dalam rangka perbaikan sistem hukum pidana melalui pendekatan keadilan restoratif.

Oleh karenanya dibutuhkan kebijakan kriminal yang bersifat strategis, khususnya dalam penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika, salah satuya melalui reorientasi kebijakan penegakan hukum dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang selanjutnya disebut UU Narkotika.

Reorientasi kebijakan penegakan hukum dimaksud, dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang penuntutan dilakukan melalui optimalisasi lembaga rehabilitasi.

Jaksa selaku pengendali perkara berdasarkan asas dominus litis dapat melakukan penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi pada tahap penuntutan.

Penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi merupakan mekanisme yang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan keadilan restoratif, dengan semangat untuk memulihkan keadaan semula.

Yang dilakukan dengan memulihkan pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang bersifat victimless crime.*jh/bnb.




 
Berita Lainnya :
  • Pembukaan Pacu Jalur Kuansing 2024, Seluruh Pejabat Tinggi Diarak Dengan Perahu Baganduang
  • Hasil Seleksi Administrasi Jabatan Camat dan Lurah Kota Pekanbaru 2025
  • Buntut Terbitkan Izin Tempat Hiburan Malam yang Sempat Diprotes Warga, Gubri Copot Plt Kadispar
  • Dr. Ragil Ajak Alumni UIR Dumai Bersatu dan Besarkan Panji IKA UIR
  • Memeriahkan Helat Pelalawan ke 26 Di Tahun 2025, PT. Arara Abadi Forestri Green Ovation Stand
  •  
    Komentar Anda :

     
     
     
    + Indeks Berita +
    01 Pembukaan Pacu Jalur Kuansing 2024, Seluruh Pejabat Tinggi Diarak Dengan Perahu Baganduang
    02 Hasil Seleksi Administrasi Jabatan Camat dan Lurah Kota Pekanbaru 2025
    03 Buntut Terbitkan Izin Tempat Hiburan Malam yang Sempat Diprotes Warga, Gubri Copot Plt Kadispar
    04 Dr. Ragil Ajak Alumni UIR Dumai Bersatu dan Besarkan Panji IKA UIR
    05 Memeriahkan Helat Pelalawan ke 26 Di Tahun 2025, PT. Arara Abadi Forestri Green Ovation Stand
    06 DPD SPI Bengkalis Adakan Rapat Agenda Pengukuhan
    07 Penyidik Gakkum Kehutanan Sidik Pemilik Kebun Sawit Ilegal Di Dalam Kawasan Taman Nasional Berbak Sembilang
    08 Gelar Aksi Damai, Keluarga H Masrul Desak KPK Periksa BPN Pekanbaru Dugaan Gratifikasi Terkait PT HM Sampoerna
    09 Mobil Kapolres Kuansing diRusak Usai Diserang Massa Penolak Penertiban Tambang Emas Ilegal
    10 TKD Dipangkas, Gubernur Sumbar Minta Gaji ASN Daerah Dibayar Pusa
    11 Sabar, Pengangkatan PPPK Paruh Waktu Pemprov Riau Proses Usulan NIP
    12 Sudah 10 Pelamar Daftar Asesmen 20 Jabatan Eselon II Pemprov Riau
    13 KPK Pulihkan Aset Negara Rp9,6 Miliar dari Tiga Koruptor Pekanbaru, Termasuk Eks Pj Wali Kota
    14 Masyarakat Teluk Pulai Kec. Pasir Limau Kapas Berharap Pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih Segera Terwujud
    15 Zulkardi Dorong Pemprov Riau Cari Terobosan Selamatkan Honorer Non-Database
    16 Jadwal Pelantikan PPPK Tahap I dan II Belum Jelas, Namun BKPP Kuansing Tetap Optimistis Tuntas Dilantik di 2025
    17 Polda Riau Tahan Eks Pegawai Bank BUMN Terkait Dugaan Korupsi Rp7,9 Miliar
    18 Tak Mau Dirumahkan, Honorer TMS Minta Perlindungan DPRD dan Gubernur Riau
    19 Kilang Minyak di Dumai Meledak, Manager Pertamina: Mohon Bantuan Doa
    20 DPRD Riau Sahkan 3 Ranperda, Diantaranya: Ranperda APBD-P 2025 dan Kawasan Pemukiman
    21 Polda Riau Kembalikan Rumah dan Apartemen Milik Muflihun
    22 Keuangan Daerah Defisit, Sekdaprov Riau Pertimbangkan Turunkan TPP
     
     
     
    Galeri Foto | Advertorial | Indeks Berita
    Redaksi | Disclaimer | Pedoman Media Siber | Tentang Kami | Info Iklan
    © mediasindonews.com